Ketika Indonesia Keliatan Sedikit Lebih Keren

5:22 AM

This will be quite a long paragraph post you are about to read, but please read  until the end if you dont mind. It'll inspiring you.
Let me introduce who the writter behind this great notes, he is Agung Hikmat, a friend of mine while at ITB.
Happy reading and be inspired ^^
-----------------------------------

“The grass is always greener on the other side”
“Rumput tetangga selalu lebih hijau”

Ungkapan yang terdengar sangat familiar, apa yang kita punya saat ini rasanya selalu tidak lebih baik dari apa yang orang lain punya. Saya ingin coba korelasikan ungkapan itu dengan pembelajaran yang akhir2 ini saya terima. Alhamdulillah, beberapa waktu kebelakang ini, Tuhan merancang ‘modul pembelajaran’ yanginvincible untuk saya. Luar biasa, rasanya seperti roller coastermy real journey just begun after spending 23 years in BandungA lot of things happen, hard time, good time, anger, laughter, tears, joy, sadness, ditinggikan, dijatuhkan. It all happens in instant like crazy.

Salah satu metode yang dirancang Dia untuk saya mempelajari semua ini adalah dengan mempertemukan saya dengan banyak tempat baru dan teman baru (tentunya dpt hadiah ‘seorang titipan’ Dia yang paling saya sayang jg saat ini :p). Atas izin Dia jg saya dapat kesempatan untuk banyak mempelajari perspektif baru melalui dialog dari orang-orang yang baru saya temui di tempat yang juga blm pernah saya singgahi.

Ada satu benang merah yang selalu muncul ketika berbicara dengan orang lokal terutama ketika menyangkut tempat tinggalnya. Seorang teman mengeluh tentang terlalu padatnya kota Paris, teman lain mengeluh dengan kakunya negeri tempat tinggalnya di Jerman sehingga dia memilih pindah ke Marseille. Seorang teman di Marseille mengeluh atas sistem transportasi di kota tersebut yang selalu tidak on time. Seseorang mengeluh atas kota London dan mengatakan Amerika adalah tempat tinggal terbaik disaat saya sedang terpana melihat salah satu stadium terbesar di kota itu. Satu keluarga di Iran tak puas dengan pemerintahnya yang terlalu diktator hingga akhirnya bermigrasi ke Kuala Lumpur. Seorang teman baik di Kuala Lumpur mengeluh atas system subway yang memenuhi demand warga Kuala Lumpur, dan ketika kami kesulitan memasuki kereta atau menghadapi antrian panjang, dia akan bilang “Welcome to KL”,sarcastically.  

Benang merahnya? Yes, rasanya sangat natural untuk mengatakan kalau apapun yang kita miliki, rumput tetangga selalu lebih hijau. Sekarang di waktu sy diberi kesempatan untuk tinggal untuk beberapa saat di negeri tetangga (the truly Asia one, is it?:p), rasanya jadi ikut penasaran, apa Indonesia ikut jadi keliatan bagus ya dari sudut pandang tetangga ini?

Ga perlu waktu lama untuk akhirnya menemukan jawaban2 ini. Ternyata hipotesa saya cukup terbukti dengan cepat. Bicara tentang ekonomi? Indonesia indeed menjadi pembicaraan hangat di sini dan dunia internasional. Datang dengan beberapa teman dan bergabung dengan 1000 eksekutif muda Malaysia lainnya, dalam acara “ASEAN’s Young Malaysian Corporate Summit”, cukup menarik untuk mengamati salah satu headline-nya:
  • SESSION 1: ASEAN: Emerging Opportunities and Challenges
  • SESSION 2: Indonesia: ASEAN’s Next Biggest Thing
  • SESSION 3: The Direction of Islamic Finance in ASEAN
  • SESSION 4: Where is Malaysia in ASEAN?

Ya, tanpa perlu banyak usaha, poin kedua jelas menjadi topik yang menarik untuk diamati. Agak disayangkan memang, presentasi yang dibawakan oleh seorang Bapak Managing Partner dari salah satu auditor terbesar di dunia ini sangat tidak menarik. Biarpun dia seorang Indonesia tapi dia terdengar lebih semangat mempresentasikan poin Weakness dan Threat dari hasil analisa SWOT yang dia buat (tiba-tiba berasa ringan tangan kalau nanti kami ketemu muka), terlepas dari apa yang dia bawakan, diskusi terasa sangat menarik karena Indonesia di mata Negara lain khususnya ASEAN ternyata sudah berkembang menjadi Negara yang cukup disegani. Perkembangan Indonesia khususnya dalam bidang ekonomi keliatannya cukup signifikan, bersama Turki, Indonesia menjadi Negara yang saat ini atraktif secara investasi menggeser posisi Rusia (http://www.bloomberg.com/news/2010-08-08/brics-losing-to-turkey-in-stocks-as-indonesia-credit-swaps-beating-russia.html). Subtopik yang dibawakan pun memperlihatkan betapa mulai paniknya Negara-negara ASEAN atas langkah Indonesia seperti “Haruskah kita takut Indonesia meninggalkan ASEAN”, karena tampaknya Indonesia akan bisa berjalan maju tanpa ASEAN (http://youngcorporatemalaysians.com/ycms2010/).

Selain sedikit snapshot dari bidang ekonomi. Hal lain yang cukup signifikan adalah dalam bidang kultur, social dan budaya. Insight yang satu ini saya alami sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Lucu rasanya waktu saya penuh dengan kebingungan berusaha keras mengerti bahasa melayu, tapi mereka begitu mengerti bahasa Indonesia. Thanks to Sinetron yang membuat mereka begitu mengerti kita! Sinetron is so popular here sampai ada satu channel  khusus untuk broadcast acara Indonesia! Musik? Apalagi! Saya dan beberapa teman dari Indonesia lainnya bahkan dicap sebagai musisi hanya karena kami seorang Indonesian, stereotyped! Bahkan fenomena unik terjadi di tempat saya bekerja dan cari ilmu. Perusahaan telco yang ternyata cukup besar ini sempat menunjuk brand ambassador yang sama sekali 'gak main-main',the EPL idols, John Terry, Ryan Giggs, dan Steven Gerrard.. tapi coba cek ambassador lainnya dari Bandung yang jatohnya sejajar dengan mereka.



Keliatannya invasi budaya kita juga pernah agak ‘keterlaluan’ disini setelah sy dengar, bahasa lo-gue sempat jadi bahasa ‘gaul’ mereka sampai akhirnya kementrian budaya disini pun turun tangan menghambat laju the Indonesian invasion.

What about sport? Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy dianggap seperti Midas disini, dengan golden touch-nya, Bambang yang pernah main untuk Selangor FC berhasil menjadi top scorer dan membawa tim ini juara, treble! Volume penonton di stadion ‘MU’-nya Malaysia ini pun melonjak drastis, selalu memenuhi kapasitas stadion waktu Bambang dkk main.  

Terlepas dari aspek-aspek kuantitatif dan kasat mata, ada satu hal lain yang membuat saya agak sedikit terharu dan bangga menjadi orang Indonesia. Tidak hanya satu atau dua orang setempat yang pernah beropini tentang Indonesia. Dia akui, saya akui, masih banyak yang harus dibenahi dari Indonesia, dan mungkin sekarang ini banyak hal yang bisa kita pelajari juga dari mereka. Tapi ada satu hal yang mereka akui mereka tidak pernah punya dari negaranya yang selalu dimiliki oleh Indonesia.  They call it passion...

Mereka akui, kalau mereka kagum dengan semangat dan passion orang Indonesia salah satunya terbukti ketika meraih kemerdekaan. Begitu banyak pertumpahan darah, begitu banyak teriakan semangat yang akhirnya ditelan kematian, begitu banyak tangisan sanak saudara ketika akhirnya kita mengusir penjajah dari tanah air. Sementara kemerdekaan yang mereka dapat dari Inggris (bukan maksud mendiskreditkan) sekedar hasil dari pembicaraan dan diplomasi.

Mereka begitu kagum dengan passion dan semangat persatuan Indonesia yang dinaungi ribuan etnis tapi tetap punya satu Bahasa. Sementara sampai saat ini saya masih sering nonton iklan layanan masyarakat pemerintah setempat yang menggalakan penggunaan satu bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Punch line-nya mereka bilang, “if Indonesian wants something, he will fight for it”, dan it’s true up to now.

So, sekarang Indonesia terlihat cukup lebih keren dimata sy, meskipun harusnya selalu bisa keliatan keren kalau kita mau menggeser paradigma dan berhenti menaruh pesimisme. Banyak memang yang harus diperbaiki dari Negara ini. Tapi, bayangkan, bayangkan Negara ini Negara besar! Negara dengan 240 juta jiwa, 1.9 juta km2 luas area. Bandingkan dengan Negara tetangga ini yang luasnya tidak lebih dari 300 ribu km2 dengan 28 juta jiwa. Memang bukan excuse, but aren’t we doing ‘a not bad job’ so far? Ayo tunjukkan apresiasi! Apa semua ini hanya karena salah satu orang? Apa karena ini salah SBY? Soeharto? Gayus? DPR? No, it’s all our job! Dimana logikanya rakyat hanya bisa menuntut dan complaining tapi kita sendiri ga turut dalam perubahan, ini Negara kita, bukan Negara-nya presiden atau DPR. Apa definisi kegilaan/ insanity menurut Albert Einstein? Ya, melakukan hal yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda.

So, apa Indonesia keliatan lebih keren? A lil better maybe?

You Might Also Like

12 komentar

Total Pageviews

Followers

Flag Counter

free counters